Minggu, 17 Februari 2013
TNI membantai warga sipil Aceh: TNI bantai warga simpang KKA
TNI membantai warga sipil Aceh: TNI bantai warga simpang KKA: Kekejaman TNI saat komflik membantai warga sipil Aceh Tanggal 3 Mei punya banyak makna bagi warga Aceh Utara, dan juga bagi...
TNI bantai warga simpang KKA
Kekejaman TNI saat komflik membantai warga sipil Aceh
Tanggal 3 Mei punya banyak makna bagi warga Aceh Utara, dan juga
bagi masyarakat Aceh pada umumnya. Tanggal tersebut selain bermakna resistensi
atau perlawanan rakyat melawan negara, juga sebuah kenangan buruk, betapa
negara begitu semena-mena terhadap rakyatnya. Karenanya, saban tahun—meski tak
rutin karena kondisi Aceh tak selalu kondusif untuk mengenang tragedi—warga
Aceh Utara khususnya para korban tragedi Simpang KKAmemperingatinya.
Sekedar merawat ingatan, Senin, 3 Mei 1999 atau tigabelas tahun
silam, banyak darah berceceran di sekitar simpang PT KKA. Jeritan dan tangisan
para korban memecah telinga siapa saja yang pernah mendengar. Saat itu, harga
peluru tentara begitu murahnya, karena bisa dihambur-hamburkan dengan sangat
mudah. Setelah itu, puluhan mayat dan ratusan korban tergelatak, ada yang sudah
kaku, banyak juga yang masih bernyawa sambil merintih, yang lainnya berlarian
seperti dikejar air tsunami, mencari tempat yang bisa dijadikan tempat
berlindung.
Saat tragedi itu, korban luka-luka tak terhitung. Hanya data yang
dikumpulkan oleh Tim Pencari Fakta (TPF) Aceh Utara menyebutkan 115 orang
mengalami luka parah, sementara 40 orang lainnya meninggal dunia. Dari jumlah
itu, ada 6 orang masih sangat kanak-kanak, termasuk Saddam Husein (7 tahun)
menjadi korban kebuasan aparat negara.
Sementara data yang dikeluarkan Koalisi NGO HAM Aceh, menyebutkan
sekitar 46 orangmeninggal (dua orang meninggal ketika menjalani perawatan di
RSUZA Banda Aceh), sebanyak 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang
dalam insiden tersebut.
Meskipun banyak pihak melupakan peristiwa itu, tidak bagi para
korban. Jamaluddin, misalnya, sampai sekarang masih terkenang dengan tragedi paling
kejam dalam hidupnya. Jamal, kelahiran Sawang, Aceh Utara mengisahkan, bahwa
saat peristiwa itu terjadi, dirinya melihat banyak sekali korban tembakan yang
rubuh. Jamal juga mendengar jeritan tangis dari para ibu dan bapak yang melihat
warga tertembak.
Jamal sendiri mengaku, saat tragedi itu, tubuh-tubuh warga yang
kena tembakan jatuh menindihnya. Dengan sisa tenaga yang ada, mayat-mayat
diambil dan diletakkan di tempat yang layak. Jamal mengaku, tak tahu harus
berkata apa saat itu. Jamal, sendiri luput dari maut.Jamal berharap Pemerintah
Aceh tidak melupakan peristiwa itu. Kalau memang ini pelanggaran HAM, pelakunya
harus diadili. Karena itulah keadilan bagi korban.
kronologi Peristiwa
Dihimpun dari koalisi
NGO HAM Aceh) Jumat malam, 30 April 1999.
Sekitar jam 20.30 WIB masyarakat Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, mengadakan rapat akbar untuk memperingati 1 Muharram yang bertepatan dengan 30 April 1999. Oleh pihak keamanan, peringatan 1 Muharram yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat Islam di manapun di seluruh Propinsi Aceh, disebut sebagai ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sekitar jam 20.30 WIB masyarakat Desa Cot Murong, Kecamatan Dewantara, mengadakan rapat akbar untuk memperingati 1 Muharram yang bertepatan dengan 30 April 1999. Oleh pihak keamanan, peringatan 1 Muharram yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat Islam di manapun di seluruh Propinsi Aceh, disebut sebagai ceramah Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Lalu muncul kabar bahwa
seorang anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berpangkat Sersan,
bernama Adityawarman, hilang saat melakukan penyusupan di tengah kegiatan
ceramah (Keterangan Kapuspen TNI, nama anggotanya yang hilang itu adalah Sersan
Kepala Edi, dari Den Rudal 001/Pulo Rungkom, Aceh Utara).
Tidak
jelas apakah anggota TNI itu benar hilang atau terjadi berbagai kemungkinan
lainnya, tetapi yang pasti tidak satupun dari penduduk yang mengetahui
keberadaannya. Dan yang pasti lagi, malam itu tidak terjadi apa-apa yang
berarti di Desa Cot Murong.
Sabtu malam, 1 Mei 1999
Sebuah
truk militer dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom berputar-putar dikawasan
Desa Cot Murong dengan aktivitas yang tidak jelas, tetapi hari itu tidak
terjadi apa-apa.
Minggu pagi, 2 Mei 1999
Mulai pukul 05.00 WIB
pasukan Den Rudal 001/Pulo Rungkom mulai melakukan operasi di kawasan Desa Cot
Murong. Pada minggu pagi itu masyarakat sedang melakukan persiapan pelaksanaan
kenduri memberi makan untuk anak-anak yatim sehubungan dengan pringatan 1
Muharram yang dilaksanakan sejak Jumat malam sebelumnya. Masyarakat memotong 4
ekor lembu di halaman Masjid Al-Abror, Cot Murong.
Pada
saaat itulah, sekitar jam 11.00 WIB datang pasukan Den Rudal ke tempat kenduri
dan dengan dalih menanyakan anggotanya yang hilang sehari sebelumnya mulai
memuli warga setempat. Dilaporkan, waktu itu ada tidak kurang 20 orang yang
dianiaya oleh anggota TNI tersebut. Praktek kekerasan dan penganiayaan dengan
bertindak kasar, menampar dan memukuli hingga cedera, telah terjadi.
Ketika sedang
melancarkan aksinya, penduduk sempat mencatat kata-kata yang dikeluarkan para
anggota TNI yaitu "Akan kami tembak semua orang Aceh apabila seorang
anggota kami tidak ditemukan...".
Menyadari kondisi yang
mulai mencemaskan tersebut kemudian para warga dari Desa Murong dan desa-desa
tentangga seperti Desa Lancang Barat, Kecamatan Nisam dan Paloh Lada, yang
terdiri dari pemuda, wanita, orang tua serta anak-anak berkumpul untuk mencegah
kemungkinan penganiayaan lebih lanjut, apalagi aparat militer telah
mengeluarkan ancaman yang cukup menakutkan.
Tiba-tiba, pada pukul
13.00 WIB datang lagi pasukan tambahan yang terdiri dari 7 truk anggota TNI ke
lokasi kenduri. Melihat itu, masyarakat yang telah berkumpul dari berbagai
penjuru Kecamatan mencoba menghadang.
Tepat pukul 14.00 WIB
terjadi negosiasi (membuat perjanjian) antara masyarakat Kecamatan Dewantara
dengan Danramil Kecamatan Dewantara yang diketahui pihak MUI Kecamatan, yang
isinya: "TNI tidak akan datang lagi ke Desa Cot Murong dengan alasan
apapun".
Minggu malam, 2 Mei
1999. Masyarakat desa mengetahui adanya penyusupan anggota TNI antara jam 20.00
WIB sampai dinihari ke Desa Cot Murong dan Desa Lancang Barat. Bahkan penduduk
pun mengetahui adanya sebuah boat yang diperkirakan milik militer berupaya
untuk melakukan pendaratan di pantai Desa Cot Murong, namun batal karena
terlanjur diketahui oleh warga setempat. Sampai waktu itu tidak terjadi
apa-apa, namun kecemasan penduduk semakin memuncak, dan sejak saat itu mereka
semua mulai berkumpul sampai Senin pagi. enin pagi, 3 mei 1999.
tepat pada pukul 09.00
WIB, 4 truk pasukan TNI datang lagi memasuki Desa Lancang Barat, desa tentangga
Cot Murong. Massa
rakyat yang berkumpul merasa cemas dan mulai mempersenjatai diri dengan kayu
dan parang (tanpa senjata api).
Lalu datang Camat Dewantara, Drs. Marzuki Amin ke Simpang KKA dan mulai melakukan negosiasi dengan aparat TNI. Aparat berkeras dan negosiasi mentok. Camat tetap berpegang kepada perjanjian terdahulu yang telah disepakati oleh masyarakat dengan Koramil Dewantara yang intinya pihak TNI tidak lagi melakukan kegiatan operasi di daerah mereka. Negosiasi itu beralangsung cukup lama. Waktu sudaah menunjukkan hampir jam 12.00 WIB.
Lalu datang Camat Dewantara, Drs. Marzuki Amin ke Simpang KKA dan mulai melakukan negosiasi dengan aparat TNI. Aparat berkeras dan negosiasi mentok. Camat tetap berpegang kepada perjanjian terdahulu yang telah disepakati oleh masyarakat dengan Koramil Dewantara yang intinya pihak TNI tidak lagi melakukan kegiatan operasi di daerah mereka. Negosiasi itu beralangsung cukup lama. Waktu sudaah menunjukkan hampir jam 12.00 WIB.
Untuk menunjukkan
kesungguhan hati dan permohonan yang sangat besar agar pasukan segera ditarik
dan pihak TNI menghormati perjanjian yang telah dibuat, Camat Marzuki Amin
sempat mencopot tanda jabatan dari dadanya. Tetapi malah sang Camat kemudian
dipukuli oleh tentara.
Pada
saat itu tiba-tiba satu truk milik TNI bergerak dan sambil berlalu, dari atas
truk para tentara melempari batu ke arah masyarakat, dan masyarakat yang
terpancing balas melempari batu ke atas truk. Pada saat yang hampir bersamaan
juga seorang anggota tentara berlari kearah semak-semak dan masyarakat yang
terpancing mengejarnya. Tiba-tiba dari arah semak itu terdengar satu letusan
senjata. Letusan senjata itulah yang seperti sebuah "komando" disusul
oleh rentetan serangan. Pembantaian segera dimulai. Tepat jam 12.30 WIB.
Saat Kejadian.
Pukul 12.30
WIB, Suara gemuruh dan teriakan manusia memenuhi Simpang KKA. Ribuan orang
berlarian menghindari serangan dari TNI. Dua wartawan RCTI (Umar HN dan Said
Kaban) yang kebetulan sudah berada di tempat itu sempat merekam moment-moment
penting
yang terjadi baik dengan
foto atau video. Dapat dikatakan, hasil rekamannya itu menjadi salah-satu bukti
yang paling akurat dan tidak mungkin dapat dipungkiri tentang bagaimana
peristiwa yang sebenarnya.
Tembakan yang dilakukan
tanpa peringatan terlebih dahulu dan dengan posisi siap tempur. Tentara yang
dibagian depan jongkok dan yang berada pada barisan belakang berdiri. Selain
itu, tentara yang berada di atas truk juga terus melakukan tembakan sambil
melakukan gerakan-gerakan tempur. Saat itu penduduk yang tidak lagi sempat lari
melakukan tiarap tapi terus diberondong.
Selain melakukan
tembakan kearah masa, TNI juga mengarahkan tembakan ke rumah-rumah penduduk,
sehingga banyak warga yang sedang di dalam rumah juga menjadi korban. Bahkan
mereka mengejar dan memasuki rumah-rumah penduduk dan melakukan pembantaian di sana .
Ketika melakukan
tembakan para anggota tentara itu juga berteriak-teriak. Kalimat yang paling
sering diucapkan adalah "Akan kubunuh semua orang Aceh". Dalam
aksi pembantaian tersebut, 45 jiwa Tewas di tempat, 156 lainnya Luka-luka
kebanyakan karena luka tembak, dan 10 diantaranya Hilang sampai saat ini tidak
tahu keberadaannya. Banyak penduduk yang sudah tertembak dan tidak bisa
lari lagi masih terus diberondong oleh tentara dari belakang. Mereka
benar-benar melakukan pembantaian seperti sebuah pesta.
Langganan:
Postingan (Atom)